Menilik 4 Dampak Negatif Pemanfaatan Energi Geothermal terhadap Lingkungan
Energi Geothermal. Foto: Ilustrasi/ fran/ meta ai/ koranrb.id--
Dikutip dari laman Union of Concernded Scientist, sistem geothermal memiliki dua pendekatan utama dalam pengolahan fluida panas, yaitu sistem loop terbuka dan sistem loop tertutup, masing-masing dengan karakteristik dan dampak lingkungan yang berbeda.
Dalam sistem sistem loop terbuka, fluida (biasanya air atau uap) diambil langsung dari reservoir bawah tanah.
Setelah digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik, fluida tersebut dapat dibuang ke permukaan atau disuntikkan kembali ke dalam tanah.
Kelemahan dari sistem ini adalah emisi gas berbahaya seperti hidrogen sulfida (H2S), karbon dioksida (CO2), amonia, metana dan boron.
H2S, yang memiliki bau seperti telur busuk, bisa berkontribusi pada masalah kesehatan dan lingkungan.
BACA JUGA:Fenomena Alam Unik! Berikut 6 Fakta Gerbang Neraka, Turkmenistan
Hal ini termasuk pembentukan sulfur dioksida (SO2) yang berpotensi menyebabkan hujan asam dan dampak negatif lainnya pada ekosistem.
Sementara sistem sistem loop tertutup menggunakan pipa tertutup yang berisi fluida yang dipanaskan secara tidak langsung oleh panas bumi.
Fluida tersebut kemudian naik ke permukaan untuk digunakan dan kembali ke dalam sistem yang sama.
Adapun kelebihan dari sistem loop tertutup adalah emisi yang lebih rendah, karena gas yang dikeluarkan dari sumur tidak terpapar ke atmosfer, sehingga mengurangi dampak terhadap kualitas udara.
BACA JUGA:Tidak Kenal Musim! Berikut 5 Fenomena Alam yang Menyebabkan Timbulnya Salju
Walaupun sistem geothermal, terutama loop terbuka, dapat menghasilkan emisi SO2.
Hal ini penting untuk dicatat bahwa emisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
Dengan demikian, geothermal tetap menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan dalam konteks pengembangan energi terbarukan.