Dosen Universitas Bengkulu Sorot Perambahan Hutan jadi Kebun Sawit di Mukomuko

Hamparan perkebunan sawit miliki PT Alno estate Air Ikan--firmansyah/rb
KORANRB.ID - Dugaan penggunaan kawasan hutan oleh PT Alno Agro Utama yang mengelola kebun sawit di kawasan Air Ikan Estate terus memicu perdebatan serius di tengah masyarakat.
Sebab belum ada langkah tegas dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini, sementara kerusakan lingkungan dan potensi kerugian negara terus menjadi isu utama yang dibicarakan.
Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu Hefri Oktoyoki, S.Hut, M.Si, mengatakan, pemerintah telah mempersiapkan berbagai skema untuk menjaga kelestarian ekosistem.
Namun pengawasan yang lebih ketat tetap diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas perkebunan, terutama yang melibatkan alih fungsi lahan hutan, berjalan sesuai regulasi.
BACA JUGA:PUPR-P Hitung Biaya Jembatan Tiek Sirong, Perbaikan Tahun Ini
BACA JUGA:2 PNS Satpol PP Diduga 2 Tahun Tidak Ngantor, Kirim Surat Panggilan
“Meskipun ada kemudahan dalam perizinan usaha, tetap saja pengawasan yang konsisten dan ketat diperlukan untuk memastikan bahwa semua berjalan dengan baik,”ujar Hefri.
Alih fungsi hutan menjadi kebun sawit memang diakui sebagai penyebab utama degradasi lingkungan. Hefri menjelaskan, perubahan lahan dari hutan menjadi kebun sawit memicu penurunan kandungan bahan organik tanah, terutama setelah 2 tahun pembukaan lahan.
“Tanah hutan mengandung banyak bahan organik berkat akumulasi seresah dan sisa tanaman, yang tidak ada pada tanah perkebunan. Ini menjadi penyebab utama deforestasi yang semakin meluas,”sampainya.
Terkait dengan pengelolaan perkebunan sawit, Hefri menekankan pentingnya keberadaan sistem perkebunan yang berkelanjutan, seperti yang diwajibkan oleh sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
BACA JUGA:Gubernur Helmi Ringankan Pajak Kendaraan Bermotor, Khusus Kendaraan yang Mutasi ke Wilayah Bengkulu
BACA JUGA:Dewan Minta Tenaga Honorer Diprioritaskan Dalam Skema Outsourcing
“Saat ini, perusahaan-perusahaan sawit diharuskan memiliki sertifikasi ini untuk menjamin bahwa praktik mereka ramah lingkungan dan berkelanjutan,”tutupnya.
Namun, meskipun ada regulasi dan sertifikasi, banyak pihak merasa bahwa pengawasan dan penegakan hukum di lapangan belum cukup tegas, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kawasan hutan.