Ia juga mengaku pernah menyaksikan pantulan petir dari tower SUTT Teluk Sepang yang mengakibatkan kerusakan berbagai peralatan elektronik yang sedang dalam kondisi terhubung dengan meteran Listrik di rumah warga.
Selain itu sejak tahun 2019, terjadi banyak kerusakan alat elektronik milik warga secara bersamaan dan musibah serupa terulang pada tahun 2024.
“Akibat penderitaan selama 4 tahun terakhir, kami menuntut ganti rugi atas kerusakan ratusan barang elektronik kepada PT TLB. Tidak hanya itu, kami juga menuntut pemindahan tower SUTT PLTU Teluk Sepang,” sampai Edi.
Terpisah, Akademisi Fakultas Teknik Universitas Bengkulu, Novalio Daratha, dalam penjelasannya bahkan mengibaratkan petir dan SUTT sebagai pria dan wanita yang saling tertarik, di mana SUTT menjadi sasaran utama petir sebelum disalurkan ke tanah.
"Petir itu lanang, sedangkan tower itu gadis. Petir itu memang ingin ke bumi, pada intinya ingin turun mencari jalan yang bagus, sementara tower SUTT ini ada konduktor yang diibaratkan si perempuan untuk sasaran petir tapi dilengkapi penangkal petir,” katanya.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia (KHI), Ali Akbar menyoroti kelemahan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang disusun PT TLB.
Menurutnya, Amdal tidak mengantisipasi dampak petir yang menyambar jaringan SUTT dan berimbas pada warga.
“Sejak awal Amdal ini dibuat dengan pendekatan normatif tanpa kajian mendalam terhadap situasi di lapangan.
BACA JUGA:Pembahasan Rancangan Perda Bantuan Hukum Warga Kurang Mampu Tetap Prioritas
Fenomena petir yang berdampak pada warga tidak masuk dalam kajian yang komprehensif,” jelas Ali.
Warga kini menunggu langkah konkret dari PT TLB. Mereka menegaskan bahwa jika perusahaan tidak segera bertindak, mereka siap untuk menempuh jalur hukum dan aksi protes yang lebih besar.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu, Donni Swabuana, ST, M.Si menyebutkan belum menerima hasil laporan penelitian SUTT PT TLB.
Ia menyebutkan untuk menindaklanjuti keluhan yang dirasakan oleh masyarakat Desa Padang Kuas tersebut, harus dibuktikan secara ilmiah agar mengetahui kepastian dari pada dampak yang dirasakan oleh masyarakat setempat.
BACA JUGA:3 Desa di Seluma Akan Dibangun BTS, Atasi Blank Spot
“Kita belum menerima hasil penelitiannya, kemarin kita sepakat untuk ditindaklanjuti akademisi Unib (Universitas Bengkulu, red) sama Sucofindo, tapi sampai sekarang belum kita terima,” ujarnya.