Dugaan PT Alno Rusak Hutan Mukomuko, Aktivis Desak Tindakan Tegas

Hamparan perkebunan menjadi pemasok bahan baku CPO perusahaan. --firmansyah/rb

 Seno menjelaskan, adanya Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 untuk memperkuat pengawasan sektor ini. Namun, perubahan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3KH) lewat pasal-pasal dalam UUCK, tampaknya malah justru memperburuk ketidakpastian hukum.

Terutama dalam menyelesaikan kasus perkebunan sawit dalam kawasan hutan.

BACA JUGA:Kirim 10 Pelajar Ikut Seleksi Paskibraka Provinsi dan Nasional

BACA JUGA:PSU Bengkulu Selatan Digugat ke Mahkamah Konstitusi

"Apakah masalah ini diselesaikan lewat jalur pidana atau dengan pemberian sanksi administratif berupa denda PNBP. Sebab regulasi yang ada tumpang tindih dan membingungkan, baik bagi penanganan permasalahan yang dilakukan perusahaan maupun masyarakat sekitar hutan, yang memanfaatkan kawasan hutan,"sampai Agustin.

Ketidakpastian hukum dan tumpang tindih regulasi menjadi salah satu alasan mengapa penanganan pelanggaran di bidang kehutanan, khususnya alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit, lambat dan terkesan jalan di tempat.

Meskipun demikian, Agustin menganggap ini sebagai ujian bagi pemerintah untuk membuktikan kemampuannya dalam menanggulangi masalah penguasaan kawasan hutan, termasuk yang terjadi di Mukomuko.

"Beberapa daerah sudah ada yang bergerak dan Satgas sudah melakukan penyitaan. Kami berharap evaluasi yang tengah dilakukan bisa menghasilkan langkah konkret yang juga akan sampai ke Mukomuko," tandasnya.

BACA JUGA:Diberi Beban PAD Rp29 Miliar, Plt. Direktur RSUD Lebong: Yakin Tercapai

BACA JUGA:Dorong Ekonomi Kreatif, Gelar Pelatihan Musik Untuk Pelaku Ekonomi Sektor Musik

Sementara itu, Rahmad Novan Ismadi, Manajer Riset Perkebunan Genesis Bengkulu, mendesak agar Satgas PKH Provinsi Bengkulu segera mengambil langkah tegas.

“Jika PT Alno memang terbukti melanggar, mereka harus segera ditindak secara hukum. Tidak ada alasan bagi perusahaan untuk bertindak semena-mena di lahan yang bukan hak mereka tanpa izin,”tegas Rahmad.

Menurut Rahmad, tindakan tegas sangat dibutuhkan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Ia juga mengusulkan agar lahan yang disita dari perusahaan tersebut dikembalikan kepada masyarakat, yang akan mengelolanya melalui kelompok tani hutan.

Dengan demikian, diharapkan pengelolaan lahan akan lebih baik, dan keuntungan pribadi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat diminimalisir.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan