KORANRB.ID – "Kalau tidak viral, tidak akan ada pertemuan” begitu teriak salah satu Wali Siswa SMP Negeri (SMPN) 19 Kota Bengkulu yang kesal usai Kepala Sekolah (Kepsek) menyampaikan sambutan dalam pertemuan pungutan Rp267 ribu.
Pertemuan berlangsung Sabtu, 25 Januari 2025 di Musala SMPN 19 Kota Bengkulu dihadiri seperempat wali siswa.
Adanya pertemuan tersebut pasca dugaan pungutan liar (Pungli) mencuat dengan bocornya pesan WhatsApp (WA) grup soal pungutan Rp267 ribu untuk renovasi musala dan memasang paving block lapangan.
Pembahasan pungutan tersebut berlangsung alot dengan perdebatan antara wali siswa dengan pihak paguyuban, akhirnya pungutan Rp267 ribu batal dan pihak sekolah tidak mau memberikan keterangan.
BACA JUGA:Peserta PPPK Rejang Lebong Mengundurkan Diri, Diduga Perangkat Desa
BACA JUGA: Perekaman e-KTP Warga Rejang Lebong Capai 95 Persen
Diungkapkan Wali Siswa Kelas 9G, Tomi Hardianto bahwa dirinya secara pribadi tidak setuju dengan iuran yang dipatok.
Sebab jika dipatok unsur pungli terpenuhi, sedangkan dalam dalam hukum tidak perbolehkan melakukan pungutan.
Meski pihak sekolah mengatakan bahwa iuran tersebut bukan pungli, namun iuran tersebut sudah dikatakan pungli sebab iuran tersebut dicantumkan nilai serta ada unsur pemaksaan.
"Memang Kepsek ataupun Komite mengatakan tidak ada pungli, namun jika iuran yang patok sebesar Rp267 ribu diumumkan dan ditambah harus dibayar dengan tempo 3 bulan maka itu pungli beda cerita dengan iuran yang sukarela," ungkap Tomi.
BACA JUGA: Awasi Dana Desa, Kejari Bengkulu Selatan Gunakan Aplikasi Jaga Desa
Lebih lajut ia mengatakan tidak ada larang untuk iuran bahkan untuk infak sedekah.
Namun ada aturan yang harus dilihat, apakah hal yang dilakukan tersebut melawan hukum atau tidak, jika itu bertentangan dengan norma hukum maka tidak ada tawar menawar bahwa itu salah.
"Tidak ada larangan mau iuran adalah keputusan tersebut dibuat dengan tidak melawan norma hukum yang ada jika norma hukum yang ada sudah dilanggar maka hukum akan bertindak," jelas Tomi.