KORANRB.ID – Pelibatan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menyelidiki aliran dana Program Sosial Bank Indonesia (PBSI) di Provinsi Bengkulu sebagai langkah penting untuk memastikan transparansi hingga akuntabilitas.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Hukum sekaligus Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Bengkulu, Dr. Zico Junius Fernando SH, MH.
Pasalnya, setelah ada permintaan agar aliran PBSI di Bengkulu diselidiki Aparat Penegak Hukum (APH). Agar APH bisa melakukan penyelidikan, muncul dorongan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Bengkulu mengaudit PSBI yang disalurkan di Bengkulu.
“Sehingga untuk melibatkan APH diperlukan hasil audit dari lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat, atau lembaga pengawas lainnya yang menunjukkan adanya kerugian negara,” jelas Zico.
BACA JUGA:Terancam Tak Berlanjut, 2 Program Beasiswa Tunggu Keputusan Gubernur Terpilih
BACA JUGA:30 Peserta Seleksi PHD 2025 Gugur Pemberkasan, Peserta Lolos, Lanjut Tes 23 Januari 2025 Mendatang
Zico menerangkan, untuk menguak aliran PSBI tentu diperlukan lembaga yang berwenang seperti BPK.
Namun, untuk keterlibatan APH, maka harus terlebih dahulu terdapat pelaporan atau indikasi pelanggaran hukum yang jelas.
Dalam hal ini, tahap awal penanganan melibatkan penyelidikan untuk mengumpulkan bukti awal, yang kemudian dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan jika ditemukan unsur tindak pidana.
APH juga dapat masuk ketika proses penyelesaian internal tidak cukup menyelesaikan permasalahan, atau ketika pelanggaran tersebut memiliki dampak luas terhadap keuangan negara atau masyarakat.
“Dengan demikian, pelibatan APH menjadi langkah penting untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum secara tegas,” sampai Zico.
BACA JUGA:3 Februari Mendatang Dijadwalkan Entry Meeting BPK di Lebong
Dorongan agar APH selidiki aliran PSBI di Bengkulu muncul dari Ketua Bidang (Kabid) PTKP Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu, Faris. Lantaran penyaluran PSBI di Bengkulu dinilai tidak transparan.
“KPK dan APH boleh melihat ini. Mereka (APH, red) untuk menengahi ini, karena menurut Pasal 28 E UU 1945 kebebasan untuk berkomunikasi itu harus diberikan. Apalagi BI ini bank central,” sampai Faris, Selasa, 15 Januari 2025.