Menanggapi itu, Kajari Seluma, Dr. Eka Nugraha, SH, MH melalui Kasi Pidsus, Ahmad Ghufroni, SH, MH mengaku bahwa Kejari Seluma menghormati upaya langkah hukum yang ditempuh oleh Murman Effendi, sehingga apapun yang dilakukan oleh Murman, akan ditindaklanjuti oleh Kejari Seluma.
Namun yang perlu ditegaskan, Ghufron mengatakan bahwa penetapan tersangka Murman bersama 7 mantan pejabat Seluma lainnya dilakukan sudah sesuai prosedur dan rangkaian penyelidikan serta penyidikan yang cukup panjang, bahkan sudah hampir 100 saksi diperiksa untuk mengusut tuntas perkara pembebasan lahan Pemkab Seluma.
“Kita tidak permasalahkan (Pengajuan praperadilan,red) karena memang itu hak mereka, kita pastikan penetapan tersangka tersebut dilakukan melalui rangkaian proses yang panjang dan pertimbangan yang matang,”tegas Ghufroni.
BACA JUGA:Demi Perbaiki Sekolah Rusak, Bupati Bengkulu Tengah Siap Berutang dan Tidak Terima Gaji
BACA JUGA:Tenaganya Luar Biasa! Berikut 3 Hewan dengan Tendangan Super Kuat
Disampaikannya, bahwa pengungkapan ksus ini berawal dari kegiatan pembebasan lahan yang dilakukan selama tiga tahun anggaran, yang didalam prosesnya diduga sarat penyimpangan dalam administrasi, anggaran, serta pelaksanaan teknis di lapangan.
“Dari hasil audit yang telah difinalisasi, kerugian negara ditaksir mencapai Rp11 miliar, terdiri dari Rp4 miliar pada 2009, Rp3,3 miliar pada 2010, dan Rp3,7 miliar pada 2011,” terang Ahmad Ghufroni.
Tersangka yang ditetapkan dalam kasus tahun 2009 dan 2010 antara lain H. Murman Effendi, SH., MH, Drs. H. Mulkan, MM, Djasran Harhab, SH, Drs. Tarmizi Yunus, Eddy Susila, dan Amzan Zahari, SE. Sementara dalam kasus tahun 2011, sejumlah nama kembali muncul bersama tersangka tambahan, yaitu Syaiful Anwar Dali, SE dan Yaferson, S.Pd., MH.
Kegiatan yang menjadi sorotan utama adalah proses pembebasan lahan seluas ±185.000 m² di Desa Napal pada 2011, yang dilakukan tanpa transparansi yang memadai dan diduga dimanipulasi untuk memperkaya diri sendiri maupun pihak lain.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, atau Pasal 12 huruf i juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
BACA JUGA:Siapkan Program Perumahan DP Rp 0, Wujudkan Program ASN Berdikari
BACA JUGA:Kepemimpinan Bupati Fikri: Anak Yatim Piatu jadi Anak Angkat, Optimis Kabupaten Layak Anak Terbaik
Berdasarkan ketentuan tersebut, para tersangka dihadapkan pada ancaman pidana penjara mulai dari 1 tahun hingga maksimal 20 tahun, bahkan bisa dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Selain itu, denda yang dikenakan berkisar antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
“Dari keterangan saksi-saksi, semakin terang bahwa proses pembebasan ini sejak awal telah disusun dengan skema untuk menguntungkan kelompok tertentu. Ada dugaan pemalsuan dokumen, ketidaksesuaian harga, serta pelanggaran terhadap prosedur pembebasan,” tambah Kajari.
Saat ini diakui Ghufroni bahwa penyidik tengah melengkapi berkas perkara sebelum akhirnya dilakukan tahap II. Jaksa menduga adanya mark up dalam harga satuan tanah yang tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).