BACA JUGA:Layanan di MPP Bengkulu Selatan Mengalami Kendala Kekurangan Personel
“Dengan demikian, bukti empiris pertama dan kedua tidak tepat dapat dijadikan dasar untuk mendukung argumentasi penulis tersebut,” papar Febri.
Begitu juga dengan hasil penelitian CSIS (2022) yang menurut Febri juga sulit diterima sebagai dasar kegagalan kebijakan TKDN, sebagaimana yang dinyatakan penulis. Penelitian CSIS didasarkan analisis atas raw data SI (Survey Industri Besar Sedang) BPS tahun 2018-2019. Meski pada periode data tersebut kebijakan TKDN telah berlaku, namun jumlah produk manufaktur yang telah tersertifikasi TKDN baru 3.207 produk.
“Bandingkan dengan tahun 2022 yang telah terdapat sebanyak 8.040 produk telah bersertifikasi TKDN, dan realisasi belanja dalam negeri pemerintah sebesar Rp989,97 triliun. Sayangnya, hal ini tidak tertangkap oleh peneliti CSIS, terlebih lagi dampak dari belanja pemerintah tersebut pada industri manufaktur dalam negeri. Peneliti CSIS perlu memperbarui perhitungan ekonometrinya dengan menggunakan data lebih mutakhir,” jelas Jubir Kemenperin.
Menurut Febri, peneliti CSIS perlu mencermati hal ini, mengingat pada tahun 2018-2019 tidak semua produk industri didaftarkan sertifikasi TKDN-nya oleh produsen atau distributor.
“Produk yang didaftarkan sertifikat TKDN-nya merupakan produk yang dipasarkan untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah,” terang Febri.
Peningkatan jumlah produk yang telah bersertifikat TKDN merupakan bukti bahwa pelaku industri menyambut kebijakan ini. Hal ini terbukti dari minat para pelaku industri untuk berbondong-bondong mendaftarkan produk mereka.
“Coba lihat ke lapangan, banyak investor mendirikan pabrik baru dan merekrut tenaga kerja baru agar produknya bisa mencapai atau melebihi threshold TKDN, tayang di e-katalog, dan dibeli oleh pemerintah,” ujar Febri.
BACA JUGA:25 Universitas Ternama Ramaikan Edu Fair 2025 di SMAN 2 Kota
BACA JUGA:Evaluasi THL 42 OPD Pemprov Bengkulu Tunggu Keputusan Plt Gubernur
Terkait pendapat bahwa kebijakan TKDN berdampak negatif pada industri pengguna komponen dan industri hilir, serta meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing ekspor, Febri menyampaikan bahwa tidak masuk akal jika penerapan TKDN justru membuat produktivitas dan daya saing industri yang bersertifikat TKDN menjadi lebih rendah.
Sebaliknya, karena kebijakan TKDN, permintaan produk jadi pada industri hilir semakin meningkat dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas industri tersebut, serta berdampak terhadap produktivitas industri intermediate, bahkan sampai pada produktivitas industri hulunya. Tidak hanya itu, nilai tambah yang tercipta bagi industri yang produknya ber-TKDN dapat dimanfaatkan oleh industri tersebut untuk menciptakan inovasi produk baru, meningkatkan efisiensi produksi, dan produktivitas.
Sehingga menurutnya, studi tersebut seharusnya meneliti dampak penerapan TKDN pada industri satu langkah sebelum industri hilir, atau industri intermediate-nya, dan bukan diukur dari share impor bahan baku pada industri paling hulu.
“Kami berpendapat bahwa CSIS perlu memahami pohon industri terlebih dulu untuk bisa mengkaji efektivitas atau dampak kebijakan TKDN terhadap perekonomian nasional. Terutama dampak kebijakan TKDN pada industri hilir, intermediate, dan hulu lebih signifikan. Share impor bahan baku adalah indikator keberhasilan program substitusi impor dan bukan indikator atau variabel kebijakan TKDN,” paparnya.
Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (Kapus P3DN) Kemenperin, Heru Kustanto menambahkan, Pusat P3DN Kemenperin dibentuk pada tahun 2019. Sejak saat itu, unit kerja tersebut terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri melalui berbagai program dan kegiatan, termasuk fasilitasi sertifikasi P3DN, sosialisasi kepada pelaku industri, dan pemberian kemudahan sertifikasi TKDN kepada industri kecil (TKDN IK).
“Dalam perkembangannya, produk yang pengadaannya banyak oleh pemerintah, investasinya juga meningkat. Selain investasi baru, perusahaan juga menambah kapasitas produksinya karena meningkatnya permintaan di dalam negeri,” jelas Heru.